Followers

Blog Archive

0 komentar Selasa, 02 Februari 2010

Coban Jahe

WISATA plus tantangan. Begitulah kesan yang muncul tatkala datang ke air terjun Coban Jahe di Dusun Begawan, Desa Pandansari Lor, Kecamatan Jabung. Bagaimana tidak, air terjun yang menyeguhkan kealamian alamnya itu juga menghadirkan tantangan untuk pengunjungnya. Berikut laporan wartawan Malang Post, Sigit Rokhmad.

Berkunjung ke Coban Jahe, anda akan dibuat terkesima dengan kondisi alam sekitarnya. Maklum, di sekitar kawasan air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 40 meter hingga 45 meter itu, dedaunan dan rerumputan dibiarkan tumbuh bebas. Sehingga tidaklah heran bila bebatuan licin dan rerimbunan tanaman bisa dijumpai di sekitar derasnya debur air.
Tak hanya itu, di setiap sisi air terjun bisa dijumpai pula cadas-cadas berukuran raksasa memperkokoh kondisi Coban Jahe. Sementara di sisi lainnya bebukitan hijau menjulang tinggi.  Kealamian lain yang bisa dinikmati adalah akses jalan menuju ke lokasi yang masih dalam kawasan Perhutani RPH Sukopuro-Jabung. Dari pintu masuk Coban Jahe, anda akan mendapati jalan setapak berupa tanah liat.
Sementara sekitar 100 meter dari pintu masuk ke arah air terjun, juga akan didapat hamparan tanah kosong yang oleh pengunjung biasanya dimanfaatkan untuk memarkir motor yang dibawa. Di sekitar lokasi ini, pohon Mahoni cukup banyak. Tantangan lain yang bisa dinikmati dari perjalanan ke Coban Jahe, yakni akses jalan menuju ke lokasi. Selain di kanan-kiri jalan terdapat sawah dan kebun ubi, kondisi jalannya juga masih dibiarkan tanah liat. Bahkan, sesekali tanah liat tersebut juga berlubang.
Selain akan menemui jalan setapak juga bisa didapati jalan dari bebatuan tajam atau jalan makadam. Posisinya pun, berada di jalan tanjakan dan menurun ke arah lokasi wisata. Bagi anda yang suka dengan wisata plus tantangan, tidak ada salahnya mengunjungi air terjun Coban Jahe di Jabung. (*)
COBAN Jahe. Sekilas dari namanya, tentu yang terbesit adalah nama air terjun yang diambil dari salah satu rempah-rempah yang sangatlah terkenal di zaman Hindia-Belanda. Namun siapa sangka di balik jawaban yang ternyata salah itu, nama ‘Jahe’ adalah nama untuk mengenang perjuangan pahlawan kemerdekaan RI sekitar tahun 1947-1948.
Nama Jahe, sebenarnya diambil dari Bahasa Jawa ‘Pejahe’ yang berarti meninggal dunia. Nama itu muncul, setelah sekitar satu regu tentara (TNI, sekarang) di bawah komando Ali Murtopo melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda.
Hanya saja, perjuangan itu harus berakhir dengan di luluh-lantakkannya perbukitan di sekitar pintu masuk Coban Jahe dengan bom-bom yang dilontarkan dari atas pesawat. Mereka yang tewas karena tembakan bom ini, dibiarkan begitu saja oleh Belanda. Sebaliknya, warga sekitarlah yang kemudian mengumpulkan jenazah yang saat itu meninggal dimana-mana untuk dikebumikan.
Seiring bergantinya waktu, nama ‘Pejahe’ pun lama-kelamaan berganti Jahe. Begitu juga nama makam, mereka yang dikebumikan pun dibuatkan tempat peristirahatan terakhir bernama Makam Pahlawan Kali Jahe. Keberadaan Makam Pahlawan Kali Jahe sendiri, bisa dijumpai sekitar 50 meter, tatkala sebelum pintu masuk Coban Jahe.
Di sisi kanan jalan, berdiri pembatas sederhana berukuran segi empat yang di tengahnya terdapat sebuah tugu. Di pintu masuk yang menghadap ke jalan itu pula, bisa dijumpai sebuah nama makam Pahlawan Kali Jahe. “Karena keberadaan makam sangat jauh dari keramaian, sekitar tahun 1994-1995, makam itu berusaha dipindahkan. Hanya saja, seolah-olah mereka yang sudah dikebumikan di Makam Pahlawan Kali Jahe itu, tidak mau. Sehingga, mobil yang akan mengangkut sisa tulang atau jenazah pahlawan itu, tiba-tiba tidak mau berjalan atau mogok,” kata Mudi, petugas Perhutani RPH Sukopuro, Kecamatan Jabung. (*)   
 
»» baca semua
Enter yuor email address: Bookmark and Share
© 2011-2015 | aci.wapka.mobi | design by baguz